TEMPO Interaktif, Jakarta: Bank Dunia memperkirakan saat ini baru 18 persen penduduk Indonesia memiliki akses terhadap air bersih. Untuk sanitasi, jumlahnya lebih kecil lagi, hanya 3 persen penduduk terlayani layanan air limbah terpusat.
Koordinator Proyek Public Service International perwakilan
Menurut Supiarso, salah satu penyebab kurangnya akses air bersih adalah anggaran pemerintah yang masih sangat kecil. Sejak 30 tahun silam, anggaran untuk pengembangan sanitasi baru sebesar US$ 827 juta. Jika dirata-rata, pemerintah hanya mengalokasikan Rp 200 per tahun untuk penyediaan air bersih bagi tiap penduduk. Idealnya, satu orang mendapat Rp 47 ribu per tahun.
Masalah lain, kata dia, saat ini pengelolaan air bersih dikuasai oleh perusahaan air minum yang lebih banyak berorientasi mencari keuntungan. Akibatnya, hanya penduduk mampu yang bisa memperoleh air bersih. Padahal ketersediaan air bersih sangat berhubungan dengan masalah kesehatan.
Di Jakarta, misalnya, 70 persen air tanah sudah tercemar bakteri e-coli. Banyak balita terkena diare di daerah yang tak bisa mengakses air bersih. “Di Jakarta Utara, jumlah balita yang terkena diare lebih banyak dibandingkan di Menteng karena penduduk Jakarta Utara banyak yang tak mampu mengakses air bersih,” katanya.
Selain itu, ketersediaan air bersih juga akan mempengaruhi ekonomi suatu negara. Ketersediaan air yang minim, kata Supiarso, mengakibatkan investor enggan masuk. Sektor pariwisata pun terancam jika sanitasi tak baik.
Pemerintah harus segera membenahi sistem sanitasi. Kalau tidak, target MDGs tak akan bisa dicapai. “Bukan hanya pemerintah, tapi juga pemerintah daerah pun harus memikirkan akses air bersih untuk masyarakat,” katanya.
Sumber: TEMPO Interaktif Edisi Selasa, 16 Oktober 2007 17:46 WIB
Posted in Berita No Comments »
PDAB, bukan PDAM
30 Oktober, 2007
Kadar maksimal kandungan Fe (ferum/zat besi) dan Mn (mangaan) pada air minum, menurut persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 416/Menkes/Per/IX/1990, maksimal 0,3 mg per liter untuk Fe, dan maksimal 0,1 untuk Mn. Jika air yang dikonsumsi manusia kadar Fe dan terutama kandungan Mn berlebihan, bisa menimbulkan kerusakan pada syaraf, khususnya mempengaruhi perilaku seks seseorang.
Demikian keterangan yang diberikan Agus Suwarni SKM, MKes, Kepala Laboratorium Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Yogyakarta, menanggapi berita Bernas (9/3) tentang kadar Fe dan Mn pada air PDAM.
Seperti diberitakan Bernas (9/3), air PDAM di wilayah Kota Yogyakarta tidak layak minum, karena kandungan unsur Fe dan Mn-nya sangat tinggi. Untuk itu, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Yogyakarta Dachron Saleh SH mengimbau kepada warga Yogyakarta untuk tidak gegabah meminum air mentah PDAM, karena bisa berakibat buruk bagi kesehatan.
Khususnya Fe, lanjut Agus, dalam jumlah sedikit memang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Tetapi, kalau terlalu tinggi dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan, seperti munculnya warna cokelat pada air. “Fe Valensi (muatan) 2 dapat larut, sehingga berapapun tidak akan menimbulkan kekeruhan. Tapi, kalau sudah kontak dengan udara akan terjadi oksidasi menjadi valensi 3. Endapannya akan menimbulkan warna kekuning-kuningan pada air. Kalau Mn juga sama dengan Fe, pada valensi 2 dapat larut, tapi bila kontak dengan udara akan menjadi valensi 4, pada air akan menimbulkan warna cokelat,” jelas Agus.
Bukan hanya air PDAM, lanjut Agus, sumur jet pump itu airnya jernih, tapi setelah masuk bak mandi akan mengendap dan keruh. Untuk mengurangi kadar kandungan Fe dan Mn, menurut Agus, bisa diatasi dengan cara dioksidasi, yaitu air dikontakkan sebanyak mungkin dengan udara (aerasi). “Cara yang sederhana buat menara air yang penuh dengan lubang pipa kecil-kecil. Air yang menyemprot dari menara akan kontak dengan udara lebih banyak, saring dengan plastik yang berlubang-lubang pula, saring dan endapkan dengan kerikil, pasir dan ijuk”, jelas Agus.
Secara terpisah, Bina Penyuluhan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Yogyakarta Wiwoho mengatakan, tercemarnya air, khususnya yang dari PDAM, karena alam. Air yang ada di DIY, katanya, sudah mengandung banyak zat-zat yang kurang baik untuk kesehatan.
“Yang baik adalah air dari tuk (sumber air). Sementara yang dari Umbul Wadon, Umbul Lanang, airnya terbatas. Maka, ada pemikiran untuk mengambil air yang berada di ujung Selokan Mataram (Samigaluh dan Kalibawang, Kulonprogo), tapi diolah terlebih dahulu. Itu diperkirakan bisa mencukupi Sleman, Bantul, Kulonprogo, dan Kodya. Tapi biayanya memang mahal,” kata Wiwoho.
Selain berakibat buruk bagi kesehatan manusia, kandungan Fe dan Mn yang berlebihan bisa memperpendek usia pipa. Pipa yang rusak akibat Fe dan Mn ini biasanya menyempit dan pecah. Dari celah-celah pipa yang pecah akan masuk segala kotoran, terutama bila hari hujan. Ini juga akan menambah tercemarnya air dan munculnya berbagai bibit penyakit.
Seharusnya diganti
Sementara itu, menurut Dachron Saleh SH, nama PDAM bisa menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Berita ketaklayakan air PDAM untuk diminum, tentu membuat masyarakat terkejut. Karena itu, nama perusahaan air minum selayaknya bukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tetapi lebih tepat kalau dinamakan Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB).
“Sepengetahuan saya, air PDAM di seluruh Indonesia ini tak layak minum, karena airnya diambil dari sumur dalam,” ujar Dachron kepada Bernas di ruang Humas Balaikota, Jumat (9/3).
Selanjutnya Dachron mengatakan, dalam menurunkan kadar Fe dan Mn yang larut dalam air PDAM, pihaknya telah melakukan aerisasi. Sekalipun, menurut Permenkes, kualitas air PDAM termasuk kategori air yang sehat. Meski demikian, air tersebut belum dapat dikonsumsi langsung, seperti halnya air PDAM di luar negeri.
Menanggapi kritikan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tentang sejumlah pipa yang berkarat, saat ini pihaknya telah berupaya mengganti sebagian pipa yang rusak. “Pipa PDAM itu panjang totalnya mencapai 700 km. Perbaikan kita lakukan bertahap. Bukan berarti pipa yang dibangun zaman Belanda itu sama sekali tak pernah diganti,” kata Dacron.
Selain itu, Dachron juga menyambut baik usulan Walhi agar sumber air diambilkan dari mata air alami, seperti Umbul Wadon di Sleman. Karena letak mata air itu ada di daerah lain, Kabupaten Sleman tentunya keberatan jika sumber air hanya dikonsumsi masyarakat Kota Yogyakarta.(cr10/lis)
Sumber: www.indomedia.com dengan perubahan judul
Posted in Telaah No Comments »
Kadar Mangan Pada Air untuk Kebutuhan RT
30 Oktober, 2007
Air merupakan salah satu materi alam yang penting dalam kehidupan manusia karena dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, kesehatan, pertanian, peternakan, perikanan dan industri.
Penggunaan air rumah tangga khususnya sebagai air minum, masak, mandi dan mencuci. Sumber air yang dipergunakan di rumah tangga biasanya berasal dari PDAM, sumur pompa, sumur terbuka, sumur artesis, kolam, mata air dan lain-lain.
Mangan merupakan salah satu logam yang banyak dijumpai di kulit bumi dan sering terdapat bersama besi. Mangan terlarut dalam air tanah dan air permukaan yang miskin oksigen, sehingga kadar mangan dalam air dapat mencapai miligram/liter. Dalam jumlah tertentu dengan pemajanan oksigen, mangan bisa membentuk oksida yang tidak larut dan menghasilkan endapan, sehingga menimbulkan masalah berupa penampilan fisik air yang mengganggu.
Dalam air minum diperlukan sejumlah mineral sebagai trace element untuk proses metabolisme tubuh, dengan perkiraan kebutuhan mangan untuk nutrisi harian antara 30-50 ug/kg bobot badan. Kecepatan absorbsi dapat bervariasi menurut bentuk kimiawinya dan keberadaan logam-logam lain seperti besi dan tembaga pada makanan.
Bukti neurotoksik mangan terlihat pada para penambang yang terpajan debu Mn dalam jangka panjang.
Sampai saat ini tidak terdapat bukti yarig meyakinkan tentang toksisitas pada manusia yang berkaitan dengan konsumsi mangan dalam air minum. Tetapi bukti percobaan pada binatang menunjukkan Mn dalam air minum bersifat neurotoksik; maka ditetapkan persyaratan Mn pada air minum dan air bersih berdasarkan ADI (acceptable daily intake) orang dewasa menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 410/Men. KeS/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dalam pengawasan kualitas air : syarat kadar maksimum mangan (Mn) yang diperbolehkan untuk diminum 0,1 ppm, sedangkan untuk air bersih 0,5 ppm.
Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 135, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar