TUGAS PKIP
MAL NUTRISI PADA BALITA
DISUSUN OLEH :
1. Ati Hadayati ( ) 7. Moh.Nurdin ( )
2. Djembar Wibowo ( 0806383895 ) 8. Nixliyah ( 0806385143 )
3. Dorin Mutoif ( 0806384084 ) 9. Riri Franita ( 0806385502 )
4. Erma Fauziyah ( 0806384153) 10.Sita Febriyani ( 0806385848 )
5. Eva Wening ( 0806384203 ) 11.Syamsiah Suparni ( 0806385875 )
6. Fitriasih ( 0806384342 )
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2008
SALAH GIZI (MALNUTRISI)
Pengertian: Malnutrisi adalah penyakit yang berkaitan dengan keadaan gizi yang salah. Ada 2 jenis malnutrisi:
A. Kelebihan gizi (obesitas/kegemukan)
Obesitas dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti radang sendi/rematik, jantung, darah tinggi, dan kencing manis.
Pencegahan:
- Banyak minum air atau sari buah untuk memperlancar proses metabolisme dalam tubuh;
- Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, serat, vitamin, dan kacang-kacangan;
- Banyak makan buah-buahan dan sayur-sayuran;
- Banyak mengkonsumsi ikan dan unggas tanpa kulit;
- Makan secukupnya, tidak berlebihan.
B. Kekurangan gizi
Penyebab:
Kemiskinan, terisolasi, terbelenggu, perubahan berat badan, penurunan kemampuan fisik, kurang mampu memenuhi kebutuhan pangan, kesepian, depresi, gangguan mental dan pola makan yang tidak benar.
Pencegahan:
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi secara cukup dan teratur.
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Marasmus :
Penyebab
• Karena rendahnya intake energi dan zat gizi
• Biasanya terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, atau usia lain saat krisis pangan (kelaparan)
• tanda-tanda
– BB <>
– Sangat kurus, tangan dan kaki sangat kecil (LILA 10-11 cm)
– Wajah tampak tua (selalu terlihat cemas dan muram)
– Perut buncit
– Sangat peka/sensitif/cengeng
– Terlihat sangat lapar/rakus jika diberi makan
Kwashiorkor :
Penyebab
• Rendahnya intake energi dan nutrient
• Ketidakseimbangan produksi dan perpindahan radikal bebas
• Radikal bebas yang sangat reaktif, diproduksi selama infeksi (campak) dapat merusak jaringan tubuh
• Kerusakan jaringan akan mengakibatkan oedema, pembesaran hati, rambut & wajah pucat, menderita diare
• Lebih complicated
• Umum terjadi usia 1-3 tahun
• Tanda-tanda
– Oedema pada lengan, tangan & wajah
– Wajah bulat seperti bulan (moon face)
– BB <> 3rd percentile
– perut buncit
– Apatis dan cengeng
– Hilang selera/nafsu makan
– Kulit berwarna pucat, mengelupas/mengeriput
– Rambut tipis, mudah rontok, berwarna merah
– Pembengkakan hati karena pengaruh radikal bebas
Marasmus Kwashiorkor
• Tanda
– Tubuh sangat kurus (BB <>
– Oedema di lengan/wajah/kaki
– Memiliki salah satu atau beberapa tanda marasmus/kwashiorkor (moon face, rambut tipis/jarang, kulit mengelupas/keriput, cengeng)
Penyebab Masalah Gizi (UNICEF)
Proses terjadinya :
• Anak kurang mengkonsumsi makanan bergizi à gagal tumbuh à kurang gizi
• Ciri-ciri KEP/PEM
– Gagal tumbuh
– Underweight/kurang gizi
– Stunted (pendek)
– Kurus
– Sangat kurus (severely wasted) pd marasmus
– Odema pd kwashiorkor
Berbagai tahap KEP (PEM)
undernutrition
Mild PEM gagal tumbuh
underweight (BB<3rd>
Severe PEM marasmus kwashiorkor
(<> 3rd)
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang. Sevaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap proses tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan berdampak pada produktivitas suatu bangsa.
Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi. Di satu sisi, daerah yang mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang. Organisasi pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia terdapat sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 persen dari jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada data resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka obesitas yang cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau sekitar 9,8 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta penduduk (17,5%) yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami obesitas. Lebih menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh FK UNDIP pada kelompok usia 6-7 tahun di Semarang, didapatkan angka rata-rata obesitas sekitar 12,6%.
Sekalipun keadaan undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan -- baik karena masalah produksi atau masalah distribusi -- patut dijadikan catatan bahwa tidak jarang undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian makanan ataupun jenis makanan yang diberikan. Akibatnya anak tidak mendapatkan asupan yang memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya. Hal yang serupa juga terjadi pada masalah overnutrisi di mana, asupan yang didapatkan tidak semata-mata dalam jumlah yang banyak saja tetapi juga memiliki kandungan gizi yang nilai kalorinya terlalu tinggi. Sepintas, dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini mungkin berpangkal pada pengetahuan yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat. Oleh karenanya, edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat tentang pemenuhan gizi akan menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya undernutrisi maupun overnutrisi.
Beberapa pakar pendidikan gizi seperti Green, Mantra dan Rogers berpendapat bahwa di samping pendidikan, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi sangat berpengaruh terhadap praktek gizi ibu di dalam rumah tangga. Sebab sekalipun kurangnya daya beli merupakan halangan utama, sebagian kekurangan gizi akan bisa diatasi jika orang tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.
Perilaku berisiko
Pendidikan gizi keluarga khususnya untuk meningkatkan pengetahuan para ibu bertujuan mengubah perbuatan-perbuatan yang keliru, yang mengakibatkan bahaya gizi kuran, misalnya dengan memberi pengertian kepada ibu-ibu agar lebih sering memberi makanan kepada anak-anak dan memberikan tambahan makanan yang mengandung zat pembangunan ke dalam bubur bagi bayi mereka. Demikian pula memberi pengertian kepada para suami agar memberi cukup uang kepada istri mereka, agar dapat membeli cukup makanan yang bergizi tinggi. Pengajaran untuk mengubah perilaku perlulah memberikan pengetahuan dari pengertian tentang mengapa sesuatu harus di laksanakan, atas dasar pengetahuan dari pengertiannya diharapkan mau untuk mengerjakannya.
Perbuatan orang atau ibu-ibu yang kurang benar sering didasarkan atas keyakinannya yang keliru atas sesuatu hal, yang seakan-akan tidak dapat diubah dengan pendidikan. Kalau kita dapatkan hal seperti ini haruslah kita cari akal bagaimana mengubah perbuatannya tanpa mengubah keyakinannya. Misalnya seorang ibu yang mempunyai keyakinan bahwa anak yang kurus itu dihinggapi dan diganggu oleh setan, meskipun sesungguhnya ia menderita kurang gizi. Tanpa mengubah keyakinannya tentang setan, dapat kita ajarkan bahwa untuk mengusir setan itu. kepada si anak perlu diberikan makanan yang bergizi tinggi.
Sehubungan dengan hal diatas, para ibu sering juga kurang mengetahui tentang bagamana kecukupan gizi dari anggota keluarganya, apakah ada diantara anggota keluarga yang masuk kedalam golongan rawan gizi, seperti balita khususnya. dimana golongan ini mudah sekali terkena penyakit gizi kurang yang sering disebut dengan KKP (Kekurangan Kalori Protein) yang dapat menyebabkan penderitaan bahkan kematian bagi bayi tersebut.
Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dari masyarakat justru merugikan penyediaan mlakanan bagi kelompok balita ini:
a. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.
b. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, karena belum sanggup ikut dalam membantu menambah kebutuhan hidup keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dari pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dari ketrampilan untuk mengurus anak dengan baik.
c. Ibu sering mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga tidak dapat lagi memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya.
d. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik, dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang ia perlukan untuk makanannya. Kalau makan bersama dalam keluarga, anak balita masih diberi jatah makanannya dan kalaupun tidak mencukupi, sering tidak diberi kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya.
e. Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai immunitas atau daya tahan untuk melawan penyakit atau menghindarkan kondisi lain yang memberikan bahaya kepada dirinya.
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.
:: Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
- Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2 Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
3 Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup
Faktor –faktor non perilaku beresiko terhadap penyakit tersebut ( Host, Agen dan Env ) :
Identifikasi Perilaku ( PSP ) yang dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut :
1.Pemberian ASI eksklusif sejak saat lahir hingga usia enam bulan merupakan langkah awal yang paling tepat dalam menjamin asupan yang baik. Di samping kecukupan kandungan gizinya bagi tumbuh kembang bayi pada usia tersebut, pemberian ASI menghindari terjadinya pemberian makanan yang belum siap diterima dan dapat berpeluang menimbulkan masalah pencernaan. Selain itu, pemberian makanan selain ASI pada usia tersebut akan mengurangi porsi pemberian ASI yang kemudian mengganggu produksi ASI oleh ibu.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat mulai usia 6 - 24 bulan. Perlu ditekankan bahwa MPASI adalah pendamping bukan pengganti ASI.
3. Periksakan selalu pertumbuhan dan perkembangan anak secara rutin, baik ke tenaga kesehatan maupun melalui Posyandu. Dengan mengamati secara seksama tumbuh kembang anak, orang tua akan mampu mendeteksi secara dini adanya masalah gizi pada anak. Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah salah satu alat sederhana namun sangat bermanfaat dalam menepis kemungkinan masalah tersebut, serta memberikan informasi penting lain yang terkait seperti pola makan dan imunisasi. Kesalahan persepsi yang muncul di masyarakat adalah melihat pertumbuhan anak hanya secara kasat mata saja. Anak dianggap terlalu kurus, gemuk, atau normal berdasarkan pengamatan sepintas saja. Selain kurang tepat, hal ini bisa mengakibatkan tidak terdeteksinya masalah pertumbuhan fisik yang mungkin hampir tidak kentara. Pengukuran anthropometrik, seperti ukuran berat badan, panjang/tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas, akan membantu menentukan status pertumbuhan seorang anak.
4. Memberikan makanan yang seimbang dan bergizi tidak selalu identik dengan memberikan bahan makanan yang mahal dan tidak terjangkau. Banyak makanan sehat yang bisa dibuat dengan mudah dan tanpa biaya besar. Di samping itu, penggunaan bahan lokal yang nilai gizinya baik perlu dikedepankan, karena keterjangkauan dan ketersediaannya amat membantu dalam upaya pemenuhan gizi yang baik.
5. Perlu disadari bahwa aktivitas makan ternyata tidak sesederhana yang seseorang bayangkan, tetapi ia juga mencakup dan terkait dengan beragam aspek. Nilai gizi suatu makanan, pola pemberiannya, pemilihan bahan makanan, cara pengolahan, kebersihan dan keamanan, bagian dari pembelajaran pada anak, fungsi sosial, hingga nilai estetika dari suatu makanan menyadarkan semua orang untuk selalu menambah pengetahuan, wawasan, dan pemahamannya. Sekalipun demikian, hal ini tidak berarti aktivitas makan harus dilihat sebagai suatu hal yang membingungkan atau bahkan menyulitkan
Pemahaman bahwa malnutrisi sebenarnya seringkali dapat dicegah bila seseorang memiliki bekal pengetahuan yang cukup, akan memicu keingintahuan semua orang untuk memperluas pengetahuan serta wawasannya. Adalah hal yang ironis bila malnutrisi yang terjadi di sekitar kita hanya karena pengetahuan yang kurang pada di era “banjir” informasi seperti sekarang ini.
Referensi :
- http://ailestari21.blogspot.com/2008/10/makalah-u-pa-uus-model-model.html
- Buku “masalah kesehatan : lingkungan sebagai sumber penyakit” penerbit PT Gramedia, Jakarta 1985. Erik P. Eckholm
Occupational Health and Safety, University of Indonesia
Munggu, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar